Yang Melintas

Sunday, March 25, 2007

One Laptop Per Representative (OLPR) dan One Laptop Per Child (OLPC)

Pada tahun anggaran 2007 ini DPR-RI mendapat anggaran Rp 12,1 milyar untuk pengadaan 550 unit laptop @ Rp 21 juta. Spesifikasi laptop tersebut adalah layar 12 inch, 2 prosesor, dan berat kurang dari 2 kg.

Pengadaan laptop tersebut disinyalir untuk dibagikan kepada anggota Dewan. Namun kemudian, muncul penjelasan bahwa laptop tersebut adalah barang inventarisasi dan harus dikembalikan jika masa kerja anggota Dewan berakhir. Selanjutnya, muncul penjelasan bahwa laptop tersebut adalah untuk para staf ahli.

Selain laptop DPR, pada saat ini sedang dikonsultasikan kepada Departemen Keuangan mengenai laptop untuk DPD dengan harga per unit yang lebih rendah, yaitu Rp 19,5 juta. Dijelaskan bahwa pengadaan laptop DPD ini adalah melanjutkan pengadaan tahun yang lalu. Jika tahun anggaran yang lalu sudah dilaksanakan pengadaan 32 unit laptop, yaitu masing-masing provinsi 1 laptop, maka tahun ini dilaksanakan pengadaan laptop agar setiap anggota DPD mendapat 1 laptop (jadi 96 unit lagi?).

Pengadaan satu laptop untuk setiap anggota Dewan (One Laptop Per Representative atau OLPR) ini sangat kontras dengan pengadaan satu laptop untuk setiap anak (One Laptop Per Child atau OLPC). Di saat konsep OLPC diragukan dapat diterapkan di Indonesia (lihat Satu Laptop Ramai-Ramai di blog #direktif oleh Ikhlasul Amal), OLPR dapat terlaksana dengan mudah, walaupun dengan harga per unit yang mahal. Bandingkan OLPR yang Rp 21 juta dengan OLPC yang US$ 100, berapa kali lipat?

Sebenarnya, seberapa pentingkah penggunaan laptop bagi penunjang kegiatan anggota Dewan atau DPD? Jika memang dirasakan penting, apakah pengadaannya harus 1 orang 1 laptop? Tidak bisakah para anggota Dewan saling berbagi, misalnya penggunaan laptop per komisi, atau per faksi, atau per apalah yang pengelolaannya dirasakan paling tepat dan mudah. Kemudian bagi anggota DPD, tidak cukupkah 1 laptop per propinsi? Apakah laptop ini digunakan setiap saat? Jika tidak, bagaimana kalau menyewa saja pada waktu diperlukan? Dengan demikian, pengadaan laptop dapat dikurangi, anggaran dapat dihemat, dan jika memungkinkan dialihkan untuk pengadaan laptop anak-anak di pelosok Indonesia.

Lagipula, tanpa program OLPR, setiap anggota Dewan dapat dipastikan mampu membeli laptop pribadi. Sedangkan tanpa program OLPC, tidak setiap anak Indonesia dapat mencicipi laptop. Akan lebih penting bagi bangsa Indonesia untuk melakukan investasi laptop pada anak-anak yang tidak mampu dibandingkan pada anggota DPR dan DPD.

Updated 3 April 2007:
Pengadaan laptop DPR ini kemudian dibatalkan dengan alasan penghematan. Pikir-pikir, mengapa ya saya koq ikutan usil dengan masalah laptop ini? Apa karena iri terpaksa beli laptop sendiri?

1 Comments:

  • Bukan iri, tapi mbak punya pikiran yang kritis terhadap hal yang tidak benar dan lebih lagi berani mengungkapkannya. Sikap ini yang diperlukan oleh rakyat Indonesia untuk mengawasi pemerintahan dan wakil rakyatnya, yang bagi saya koq tidak tepat sebutannya,karena mereka tidak benar2 mewakili rakyat

    By Anonymous Anonymous, at 11/17/2007 12:20 AM  

Post a Comment

<< Home