Yang Melintas

Wednesday, April 27, 2005

Ketepatan Waktu vs Keselamatan

Hari Senin 25 April 2005 kemarin terjadi kecelakaan kereta api komuter di Amagasaki, Jepang. Amagasaki adalah kota industri terletak di antara Osaka dan Kobe. Kereta api tersebut tergelincir keluar dari rel dan dua gerbongnya menghantam sebuah apartemen yang berada di pinggir rel. Dikabarkan bahwa lebih dari 90 orang tewas dan 450 orang cedera.

Masinis kereta api komuter berusia 23 tahun dan baru 11 bulan menjalankan kereta api. Penyebab kecelakaan diduga adalah kecepatan kereta api yang melampaui batas yang seharusnya dengan kondisi rel yang menikung. Masinis tersebut diduga mempercepat laju kereta apinya karena sudah terlambat 90 DETIK. Iya, 90 DETIK atau 1,5 MENIT.

Sistem perkeretaapian Jepang dikenal sebagai sistem perkeretaapian yang terbaik di dunia. Sistem ini memberikan jadwal yang tepat dan interkoneksi yang sangat baik sehingga diandalkan oleh penggunanya. Sejak tahun 1980-an mulai diberlakukan privatisasi. Perusahaan West Japan Railway Co. yang mengoperasikan kereta api komuter tersebut dikabarkan awal bulan ini mengeluarkan internal memo yang mengingatkan karyawannya bahwa keterlambatan akan menurunkan kepercayaan penumpang.

Masinis kereta api di Jepang bekerja di bawah tekanan, mereka khawatir tidak dapat tepat waktu, baik itu terlalu cepat atau terlambat. Bahkan jika mengadakan kumpul-kumpul di antara mereka, konon mereka akan datang tepat waktu! Sudah biasa sih.

Apakah demi memburu ketepatan waktu, maka keselamatan penumpang diabaikan? Pertanyaan inilah yang sekarang mengemuka. Bagaimanapun, jumlah kecelakaan kereta api di Jepang sendiri untuk tahun 2004 dikabarkan menurun dibandingkan 10 tahun yang lalu, yaitu sebanyak 833 kali pada tahun 2004 dibandingkan 1.180 kali pada tahun 1994. Begitu juga dengan korban jiwa menurun menjadi 330 jiwa tahun 2004 dari 392 pada tahun 1994. (Sumber: LA Times)

Itu di Jepang dengan sistem perkeretaapian yang tepat waktu, interkoneksi yang baik, dan ternyata dengan jumlah kecelakaan dan korban jiwa yang menurun. Bagaimana dengan di Indonesia?

Dari website PT. Kereta Api diperoleh data keterlambatan tahun 2001 untuk kereta penumpang rata-rata terlambat berangkat 36,33 menit (0,5 jam lebih) dan rata-rata terlambat datang 59,33 menit (hampir 1 jam). Untuk kereta barang rata-ratanya lebih besar lagi, di atas 1 jam. Sedangkan angka kecelakaan tidak diberikan, hanya saja disebutkan perjalanan kereta api masih lebih aman dibandingkan dengan moda angkutan darat lainnya.

Angka rata-rata keterlambatan itu mungkin lebih kecil untuk kereta api komuter. Pengalaman saya naik kereta api komuter hanya terbatas pada KRL AC Sudirman Ekspres tujuan Serpong-Manggarai pp. Waktu itu saya masih ngantor di daerah Casablanca-Kuningan, berangkat dari stasiun Pondok Ranji. Selama beberapa bulan di tahun 2003 naik kereta api ini, saya mengalami hanya sekali telat berangkat yang lebih dari 30 menit. Tapi kalau telat 5 menitan ya beberapa kali terjadi. Jadi lumayanlah masih dapat diandalkan--tentu saja menurut standar Indonesia--. Untungnya keterlambatan itu terjadi di sore hari dalam perjalanan pulang. Meskipun tentu saja, bagi yang ada keperluan di rumah, keterlambatan ini tetap saja menyebalkan.

Tapi pengalaman ini tentu bukan sampel yang tepat untuk perjalanan komuter di Jabotabek atau di wilayah metropolitan lainnya. Saya tidak tahu bagaimana kondisi perjalan kereta api komuter dari Bogor, Kota Tangerang, dan Bekasi. Apakah lebih parah atau lebih baik? Jenis kereta api yang saya naiki juga hanya KRL AC yang relatif lebih nyaman kondisinya dibanding dengan kelas-kelas lainnya. Oya, gerbong KRL AC ini adalah gerbong bekas dari Jepang lho, di samping yang buatan PT. Inka, Madiun. Sayangnya KRL AC Sudirman Ekspres ini hanya beroperasi di hari kerja, bahkan di hari Sabtu pun kereta api ini libur.

Saya baca di Kompas beberapa waktu yang lalu, PT. KA merencanakan pengelolaan tersendiri bagi kereta api komuter Jabotabek, yaitu dengan membentuk suatu perusahaan operator. Bagaimana kinerjanya, masih tanda tanya. Harapannya sih, penumpang kereta api akan semakin nyaman, semakin tepat waktu, dengan interkoneksi yang semakin baik. Tapi kapan ya?

Jepang yang hancur pada perang dunia ke-2 bisa mencapai standar pelayanan yang demikian tinggi dalam 30 - 40 tahun kemudian. Mengapa Indonesia tidak bisa? Apa yang harus dilakukan agar kondisi perkeretaapian di Indonesia semakin meningkat? Apakah di samping mengimpor gerbong-gerbong bekas dari Jepang, sebaiknya kita mengimpor masinis-masinisnya juga?...

0 Comments:

Post a Comment

<< Home